Hujan Dawet, Tradisi Sedekah Bumi Unik Dari Desa Terkesi Untuk Menolak Kesialan Bulan Apit

Sedekah Bumi "Hujan" Dawet Desa Terkesi
Kabar Klambu - Ada sebuah kegiatan unik di Desa Terkesi, Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan. Sabtu, 4 Agustus 2018 seluruh warga Desa Terkesi baik Utara maupun Selatan terlihat berkumpul bersama-sama untuk menantikan "hujan" Dawet. Ya, Dawet minuman tradisional khas jawa tengah yang biasanya dinikmati bersama cendol dan cincau.

Kegiatan tersebut ternyata adalah bentuk pelestarian tradisi sedekah bumi yang sudah dilakukan secara turun temurun saat bulan Apit. Menurut kepercayaan warga, bulan Apit (Bulan yang berada ditengah-tengah antara bulan Syawal dengan Dzulhijjah) adalah bulan yang dianggap penuh dengan kesialan. Di bulan tersebut mereka yang berdagang akan merugi, yang bertani akan mengalami gagal panen dan masih banyak kesialan lainnya. Dan untuk mencegah rentetan kesialan tersebut menimpa warga, maka diadakanlah kegiatan sedekah bumi ini.

Menurut keterangan Bayan Terkesi Muhammad Bukhori (31), tradisi ini dilaksanakan rutin setiap tahunnya. Warga ditarik iyuran sebesar 40 ribu untuk dibelikan seekor sapi yang kemudian disembelih bersama-sama lalu dagingnya dibagikan kepada warga.

"Setiap warga kita tarik iyuran sebesar 40 ribu untuk beli sapi yang akan disembelih saat acara dimulai lalu dagingnya akan dibagikan lagi ke mereka" jelas Bukhori.

Namun ada sesuatu yang unik dan paling dinanti warga dari tradisi sedekah bumi ini, seperti yang disebutkan diawal tadi yakni "hujan" Dawet. Benarkah selain air, langit mampu menurunkan dawet ke bumi?

Ternyata itu hanyalah sebuah istilah saja. Bukhori menjelaskan, hujan dawet ini bertujuan untuk menolak balak dan segala bentuk kesialan yang akan menimpa masyarakat. Prosesi hujan dawet dimulai dengan melakukan pelemparan bungkusan dawet yang dilakukan oleh jajaran perangkat desa Terkesi. Seluruh perangkat desa tersebut berjalan mengelilingi warga sambil melemparkan dawet keatas sehingga seperti sedang terjadi hujan bungkusan dawet.

"Disebut hujan dawet karena para perangkat desa ini membawa bungkusan dawet lalu berjalan mengelilingi warga yang duduk bersila kemudian melemparkannya keatas, warga kemudian berebut mendapatkan bungkusan dawet yang dipercaya dapat menghindarkan kesialan di bulan Apit ini. Jadi kesannya seperti hujan dawet atau bisa di simbolkan sebagai hujan berkah. Tujuannya untuk menolak balak" tutur Bukhori.

Tradisi sedekah bumi ini biasanya akan diakhiri dengan menampilkan sebuah hiburan untuk masyarakat. Seperti acara kali ini, pemerintah desa Terkesi juga menyuguhkan hiburan berupa pagelaran kesenian tradisional wayang dan ketoprak.
Kesenian Tradisional Wayang Ketoprak
"Dengan rutin digelar setiap tahun,  kami berharap tradisi turun temurun ini akan terus dilaksanakan oleh generasi-generasi penerus nantinya. Karena di era kemajuan teknologi seperti sekarang ini sedikit banyak para generasi penerus cenderung tak begitu tertarik dengan kebudayaan asli daerahnya." Tutup Bukhori