kabarklambu.com - Mengadu nasib di Negara orang bukanlah hal yang diinginkan seorang istri, tentunya harapannya adalah dapat bekerja dirumah yang dekat dengan anak dan suaminya. Namun terkadang nasib berkata lain, keadaan yang sering menjadi alasan banyaknya para Tenaga Kerja Wanita ini memberanikan diri mengadu nasib bahkan nyawa mereka di negara yang sangat berbeda kebudayaan maupun bahasanya.
Seperti kasus Eni (25) yang terpaksa harus bekerja merantau jauh meninggalkan keluarganya terutama anaknya yang madih kecil untuk memperoleh kehidupan yang layak. Setelah suaminya Edi (29) di PHK dari pabrik sepatu tempatnya bekerja, sang suami menjadi pengangguran total. Tuntutan kebutuhan yang tak bisa diajak kompromi pun membuat sang suami semakin stres dan menjadi mudah emosi serta cenderung malas untuk mencari pekerjaan lain.
Melihat hal tersebut Eni merasa khawatir dengan perkembangan putranya yang setiap hari harus melihat orang tuanya bertengkar gara-gara masalah ekonomi. Akhirnya ia memutuskan untuk merantau menjadi seorang TKW ke negara Hongkong. Ia bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga untuk orang asing. Selama bekerja disana Eni tak pernah putus kabar dengan anak dan suaminya. Ia terus menjaga komunikasi melalui telepon dan bahkan hampir setiap 3 bulan sekali Eni mengirimkan uang hasil kerja kerasnya dengan maksud untuk membiayai kehidupan anak dan suaminya serta sebagian ditabung untuk masa depan pendidikan anaknya.
Akan tetapi Edi sang suami yang terbuai dengan keadaan bagaimana ia hanya tinggal tidur dan makan dirumah sambil sesekali menjaga anak dan mendapatkan kiriman uang tiap bulannya. Rasa malas Edi semakin menjadi-jadi sampai tak pernah terbersit diotaknya untuk mencari kerja demi meringankan beban istrinya. Sebaliknya, ia malah sering menggunakan uang kiriman dari sang istri untuk berfoya-foya, karaoke, mabuk dan main wanita sampai-sampai sang anak tak terurus.
Eni yang belum tahu keadaan dirumah pun masih dengan semangat mengirimkan hasil kerja kerasnya dirumah dan mempercayakan sepenuhnya kepada suaminya itu. Hingga pada suatu hari ada sahabat Eni sewaktu bekerja menjadi TKW di Hongkong, Linda pulang ke Indonesia untuk menikah. Eni pun tak mau melewatkan kesempatan untuk menitipkan beberapa oleh-oleh untuk suami dan anaknya dirumah.
Tak lama setelah sampai di tanah air Linda pun dengan segera berkunjung ke rumah Eni untuk menyampaikan barang yang dititipkan Eni kepadanya. Sesampainya dirumah Linda pun merasa aneh, kenapa rumah begitu sepi, dan saat ia mengetok pintu dan menunggu agak lama keluarlah seorang anak kecil yang kurus dan penuh luka memar di tangan dan wajah.
Anak itu tak lain adalah putra Eni yang terlihat sedang sendirian dirumah. Kemudian Linda pun bertanya kenapa ia sendirian dirumah dan menanyakan dimana ayahnya, alangkah terkejutnya Linda mendengar jawaban dari sang anak bahwa ayahnya biasanya jam segini pergi ke tempat hiburan kemudian pulang dalam keadaan mabuk dan saat sang anak telat membukakan pintu, pukulan dan tamparan selalu ia terima.
Mendengar cerita dari sang anak Linda pun ikut geram dengan kelakuan suami Eni. Tanpa pikir panjang Linda langsung memberitahukan semua yang terjadi kepada Eni. Sudah tentu setelah mendengar kabar dari Linda Eni pun merasa syok berat dan kecewa dengan ulah suaminya. Eni yang marah besar kemudian menelpon suaminya dan terjadilah pertengkaran. Namun bukannya sang suami jera karena tingkah lakunya ketahuan ia pun malah sering mengancam Eni jika tak mengirimkan uang lagi maka ia tak segan-segan menyiksa anaknya.
Sampai kini Eni pun masih mengirimkan uang hanya agar tidak terjadi apa-apa terhadap anak yang disayanginya. (Sigit)